Sabtu, 03 Desember 2016

Asuhan Keperawatan Maternitas : KONSEP EKLAMSI

Di Poskan Oleh Perawat Indonesia pada Sabtu, 03 Desember 2016

2.2.2.1. Definisi
         1. Eklamsi adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklamsi (hipertensi, edems, proteinuri) . (Wirjoatmodjo, 1994: 49).
         2. Eklamsi merupakan kasus akut, pada penderita dengan gambaran klinik pre eklamsi yang disertai dengan kejang dan koma yang timbul pada ante, intra dan post partum.          (Angsar MD, 1995: 41)
2.2.2.2  Patofisiologi
               Penyebabnya sampai sekarang belum jelas. Penyakit ini dianggap sebagai suatu “ Maldaptation Syndrom” dengan akibat suatu vaso spasme general dengan akibat yang lebih serius pada organ hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung yakni tejadi nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut. (Pedoman Diagnosis dan Terapi, 1994: 49)
2.2.2.3  Pembagian Eklamsi
              Berdasarkan waktu terjadinya eklamsi dapat dibagi menjadi:
        1.   Eklamsi gravidarum
              Kejadian 50-60 % serangan terjadi dalam keadaan hamil
        2.   Eklamsi Parturientum
Kejadian sekitar 30-35 %, terjadi saat  inpartu dimana batas dengan eklamsi gravidarum sukar dibedakan terutama saat mulai inpartu.

        3.  Eklamsi Puerperium
             Kejadian jarang sekitar 10 %, terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir.      ( Manuaba, 1998: 245)
2.2.2.4. Gejala Klinis Eklamsi
              Gejala klinis Eklamsi adalah sebagai berikut:
          1. Terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih
 2. Terdapat tanda-tanda pre eklamsi ( hipertensi, edema, proteinuri, sakit kepala yang berat, penglihatan kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan atu hiperefleksi)
1.            Kejang-kejang atau koma
               Kejang dalam eklamsi ada 4 tingkat, meliputi:
               Tingkat awal atau aura (invasi)
Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong) kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar kekanan dan kekiri.
Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku tangan menggenggam dan kaki membengkok kedalam, pernafasan berhenti muka mulai kelihatan sianosis, lodah dapat trgigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.
Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah  berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik mafas seperti mendengkur.
Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma. (Muchtar Rustam, 1998: 275)
2.     Kadang kadang disertai dengan gangguan fungsi organ.
                 (Wirjoatmodjo, 1994: 49)
2.2.2.5. Pemeriksaan dan Diagnosis
Diagnosis eklamsi dapat ditegakkan apabila terdapat tanda-tanda sebagai berikut:
          1. Berdasarkan gejala klinis diatas
          2. Pemeriksaan laboratorium  meliputi adanya protein dalam air seni, fungsi organ hepar, ginjal dan jantung, fungsi hematologi atau hemostasis
              Konsultasi dengan displin lain kalau dipandang perlu
        1.   Kardiologi
        2.   Optalmologi
        3.   Anestesiologi
        4.   Neonatologi dan lain-lain
(Wirjoatmodjo, 1994: 49)              
2.2.2.6. Diagnosis Banding
             Diagnosis banding dari kehamilan yang disertai kejang-kejang adalah:
         1. Febrile convulsion   ( panas +)
         2. Epilepsi                    ( anamnesa epilepsi + )
         3. Tetanus                    ( kejang tonik atau kaku kuduk)
         4. Meningitis atau encefalitis ( pungsi lumbal)
2.2.2.7. Komplikasi Serangan
             Komplikasi yang dapat timbul saat terjadi serangan kejang adalah:
         1. Lidah tergigit
         2. Terjadi perlukaan dan fraktur
         3. Gangguan pernafasan
         4. Perdarahan otak
         5. Solutio plasenta dan merangsang persalinan
      ( Muchtar Rustam, 1995:226)
2.2.2.8. Bahaya Eklamsi
         1. Bahaya eklamsi pada ibu
              Menimbulkan sianosis, aspirasi air ludah  menambah gangguan fungsi paru, tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan jantung mendadak, lidah dapat tergigit, jatuh dari tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka-luka, gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria, pendarahan atau ablasio retina, gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikterus.
          2. Bahaya eklamsi pada janin
Asfiksia mendadak, solutio plasenta, persalinan prematuritas, IUGR   (Intra Uterine Growth Retardation), kematian janin dalam rahim.
               ( Pedoman Diagnosis dan  Terapi, 1994:  43)

2.2.2.9 Prognosa
            Eklamsi adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya, maka prognosa kurang baik untuk ibu maupun anak. Prognosa dipengaruhi oleh paritas, usia dan keadaan saat masuk rumah sakit. Gejala-gejala yang memberatkan prognosa dikemukakan oleh Eden adalah:
         1. Koma yang lama  
         2. Nadi diatas 120 per menit
         3. Suhu diatas 39°C.
         4. Tensi diatas 200 mmHg
          5. Lebih dari sepuluh serangan
          6. Priteinuria 10 gr sehari atau lebih
          7. Tidak adanya oedema.  ( M Dikman A, 1995: 45)                                                 
2.2.2.10. Penatalaksanaan
               Prinsip pengobatan eklamsia pada ibu nifas adalah menghentikan kejang kejang yang terjadi dan mencegah kejang ulang.
   1. Konsep pengobatan
Menghindari tejadinya kejang berulang, mengurangi koma, meningkatkan jumlah diuresis.
        2.Obat untuk anti kejang
 MgSO4   ( Magnesium Sulfat)
 Dosis awal: 4gr 20 % I.V. pelen-pelan selama 3 menit atau lebih disusul 10gr 40% I.M. terbagi pada bokong kanan dan kiri.
Dosis ulangan  : tiap 6 jam diberikan 5 gr 50 % I.M. diteruskan sampai 6 jam pasca persalinan atau 6 jam bebas kejang.
 Syarat     :  reflek patela harus positif, tidak ada tanda-tanda depresi pernafasan ( respirasi >16 kali /menit), produksi urine tidak kurang dari 25 cc/jam atau 150 cc per 6 jam atau 600 cc per hari.
Apabila ada kejang lagi, diberikan  Mg SO 4   20 %, 2gr I.V.  pelan-pelan. Pemberian I.V. ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul kejang lagi maka diberikan pentotal 5 mg / kg BB / I.V. pelan-pelan.
Bila ada tanda-tanda keracunan Mg SO 4 diberikan antidotum glukonas  kalsikus 10 gr % 10 cc / I.V  pelan-pelan selama 3 menit atau lebih.

Apabila diluar sudah diberi pengobatan diazepam, maka dilanjutkan pengobatan dengan MgSO 4 .

Comments
0 Comments